SELAMAT DATANG DI GREAT BUTON WEBLOG

Weblog ini akan memperkenalkan kepada anda tentang keeksotikan daerah-daerah di Buton dari sisi kebudayaan, tradisi, kesenian, dan alam. Buton yang dimaksud ialah Buton secara umum yang meliputi Kota Baubau, Kabupaten Wakatobi, Kabupaten Buton, dan Kabupaten Buton Utara di Provinsi Sulawesi Tenggara, Indonesia.
| 0 komentar ]


Sepintas, namanya mirip nama-nama merk top dari negeri pizza, Italia. Tapi jangan salah, arguci adalah seni menjahit dari bahan polos yang diisi dan dijahit menggunakan mote-mote dengan meniru bentuk seperti tumbuhan, hewan, biji-bijian maupun benda-benda lainnya sehingga menghasilkan sulaman payet berwarna cerah.
Hasil kerajinan ini biasa digunakan masyarakat local pada latar pelaminan pernikahan, baju pengantin adat, atau juga perlengkapan tata hias kamar pengantin.
Arguci merupakan kerajinan yang menjadi cirri khas daerah Sulawesi, khusunya Kota Bau-Bau, Sulawesi Tenggara. Hasil kerajinan ini tidak dapat dipisahkan dari adat perkawinan etnis Buton yang ada di Kota Bau-Bau dan Kabupaten Buton.
sumber: http://dekranasdasultra.com/

| 0 komentar ]


Di Indonesia, kini tidak banyak lagi ditemukan perajin kuningan. Salah satu daerah yang masih bertahan dengan kerajinan kuningnnya adalah Kota Bau-Bau, Sulawesi Tenggara.
Dikenal sebagai Kota Sejarah, pemerintahan kesultanan Buton masa lampau ini menjadi daya tarik wisata di Sultra. Kerajinan kuningan telah ada dan berkembang pada masa kejayaan kesultanan tersebut.
Sentra usaha kerajinan kuningan Kota Bau-Bau terletak di Kecamatan Murhum, Kelurahan Melai. Pengerjaannya masih menggunakan cara tradisional warisan leluhur mereka, dengan mengandalkan kemampuan tangan. Sejak dari proses pemanasan hingga menjadi produk yang siap pakai.
Hasil produksi berupa alat-alat tradisional khas Daerah Buton dan sekitarnya, seperti tala beserta perlengkapan, asbak, perkakas rumah tangga, juga aneka perhiasan seperti anting, dan gelang.
Harga pasaran produk kuningan ini bervariasi, mulai dari harga Rp. 25. 0000, hingga ratusan ribu rupiah. Bergantung besar kecilnya suatu produk.
sumber: http://dekranasdasultra.com/

| 0 komentar ]


Dole-Dole merupakan salah satu bentuk tradisi budaya yang dilaksanakan atas lahirnya seorang anak. Selain itu juga sebagai bentuk pengobatan tradisional. Menurut kepercayaan, anak yang telah di Dole-Dole akan terhindar dari berbagai macam penyakit. Prosesinya sang anak diletakan diatas nyiru yang dialas dengan daun pisang yang diberi minyak kelapa. Selanjutnya anak tersebut digulingkan diatasnya sehingga seluruh badan anak tersebut berminyak. Acara ini biasanya dilaksanakan pada bulan Rajab, Sya’ban dan setelah lebaran sebagai waktu yang dianggap baik.

sumber: http://azulfachri.wordpress.com

| 0 komentar ]


Tarian ini menggambarkan kobaran semangat ksatria yang lincah dan gesitnya menggunakan parang, keris, tombak dan senjata lainnya di medan perang. Dengan Konsentrasi yang penuh serta ketajaman hati dan pikiran akan mampu mematahkan keampuhan senjata lawan. Tarian ini apabila ditampilkan selalu diawali dengan WORE sebagai pembakar semangat akan kecintaan dan kesetiaan terhadap tanah leluhur. Tari ini biasanya dipertontonkan pada saat musim tanam-tanaman yang syukuran hasil panen. Namun, saat ini lebih sering ditampilkan sebagai tari penyambutan tamu.

| 0 komentar ]


Kabengka merupakan upacara adat khitanan atau sunatan. Sebelum anak-anak menginjak usia remaja di Kulisusu, Buton Utara harus melalui satu acara ritual yaitu Kabengka dengan tujuan anak tersebut dalam mengarungi kehidupan kelak menjadi anak yang taat kepada kedua orang tua, agama, murah rejeki dan panjang umur.

sumber: http://butonutara.multiply.com

| 0 komentar ]

Kelurahan Ngkaringkari, Kecamatan Bungi, Kota Baubau menyimpan pesona budaya dari etnis pendatang. Masyarakat Bali yang datang ke Kota Baubau melalui program transmigrasi, turut membangun daerah ini serta tetap menjaga kebudayaan mereka. Masyarakat etnis Buton dan Bali hidup rukun di sini. Ngkaringkari sering disebut sebagai "The Little Bali". Ini bisa dikatakan nilai plus bagi para wisatawan yang datang ke Buton Raya sebab, bila Anda ke Bali, anda cuma melihat budaya Bali. Tapi, jika berkunjung ke Baubau dan menyempatkan diri ke Ngkaringkari, Anda bukan hanya bisa melihat budaya Buton Raya tapi juga budaya Bali. Di Ngkaringkari, Anda bisa melihat pemandangan indahnya sawah dan lahan pertanian lainnya yang terlihat sejauh mata memandang. Suasana pedesaan beserta keramahan warganya merupakan hal menarik yang tak boleh Anda lewatkan. Waktu yang tepat untuk mengunjungi daerah ini ialah saat perayaan hari besar agama Hindu.
Mengarak Butha Kale dari ujung kampung ke ujung lainnya adalah salah satu ritual yang dilakukan oleh umat Hindu di Kelurahan Ngkaringkari, Kecamatan Bungi, Kota Baubau menjelang ritual nyepi. Semua umat Hindu di seluruh Indonesia melakukan hal serupa.
Ritual Ogoh-ogoh merupakan acara tahunan. Acara ini menjadi perhatian warga setempat bahkan sangat ramai karena warga dan wisatawan Kota Baubau berdatangan ke Ngkaringkari untuk menyakasikannya.
Butha Kale pada ritual ogoh-ogoh itu tidak hanya sekedar diarak oleh sepuluh pria berpakaian serba putih dan berikat kepala. Tetapi mereka juga melakukan gerakan menari diiringi gendang dan alat musik tradisional. Gerakan itu dilakukan sepanjang jalan dari ujung timur ujung barat lalu kembali lagi ke timur.
Setiap tempat yang dilalui Butha Kale diyakini bisa menghilangkan sial yang oleh masyarakat Kelurahan Ngkaringkari disebut aura negatif alam. Butha Kale adalah perwujudan iblis yang sangat besar (raksasa) berwarna merah, bertaring, memegang kapak, kuku kaki dan tangan tajam, berambut panjang dan ditemani dua ekor monyet.
Sehari sebelum ritual ogoh-ogoh digelar, umat Hindu Ngkaringkari melakukan melasti di Pantai Lamboro. Melasti adalah ritual membuang segala kekotoran alam semesta yang tertanam dalam jiwa manusia. Usai melasti, digelar pirse lalu sawer pesange yang bertujuan untuk memberi persembahan kepada Butha Kale.
Butha Kale bisa diartikan sebagai mahluk yang berada di bawah manusia. Sedangkan persembahan untuk Butha Kale bertujuan untuk menciptakan keseimbangan alam semesta sekaligus bisa dijauhi dari semua ganguan dalam bentuk apapun pada saat ritual nyepi.
Butha Kale pada ogoh-ogoh di Ngkaringkari terbuat dari gabus menyerupai raksasa setinggi kurang lebih 3 meter. Butha Kale diletakkan di atas beberapa bambu-bambu yang diikat menyatu menyerupai salah satu permainan dalam pramuka, lalu diarak sejauh kurang lebih 7 km
Selain Butha Kale ternyata ada dua orang pelengkap memakai topeng yang menyerupai Butha Kale ikut menari-nari. Dua orang ini juga menjadi salah satu pusat perhatian setiap orang yang menonton. Kebanyakan anak-anak takut untuk mendekatinya.
Butha Kale di penghujung ritual harus dibakar. Maksudnya, agar seluruh kesialan yang mengikut bersamanya ikut terbakar.

sumber: http://www.baubaupos.com