SELAMAT DATANG DI GREAT BUTON WEBLOG

Weblog ini akan memperkenalkan kepada anda tentang keeksotikan daerah-daerah di Buton dari sisi kebudayaan, tradisi, kesenian, dan alam. Buton yang dimaksud ialah Buton secara umum yang meliputi Kota Baubau, Kabupaten Wakatobi, Kabupaten Buton, dan Kabupaten Buton Utara di Provinsi Sulawesi Tenggara, Indonesia.
| 1 komentar ]


Kepulauan Wakatobi dikenal sebagian besar penduduknya beragama Islam, sehingga tak heran jika bangunan masjid tua banyak ditemukan di sana. Di salah satu pulau terbesar di Wakatobi, Kaledupa tepatnya di Desa Ollo terdapat masjid tua yang sarat akan sejarah dan makna budaya setempat.

Menurut keterangan sesepuh setempat, terdapat beberapa kisah yang berkaitan dengan masjid tersebut diantaranya yaitu bahwa masjid ini dibangun oleh orang yang sama dengan pembangun masjid di Keraton Buton dan Ternate dalam waktu bersamaan. Tepat di titik tengah bangunan masjid ini terdapat tanda khusus yang sampai sekarang masih dijaga keasliannya yang menyerupai lafaz muhammad. Titik tengah ini juga diriwayatkan pernah menjadi lokasi pemakaman secara hidup-hidup putri setempat yang berbaju daerah sesaat sebelum dibangunnya masjid ini. Masyarakat setempat juga percaya bahwa masjid ini pernah dicoba untuk direnovasi 3 kali, namun ketiga orang yang mencoba merenovasi tersebut meninggal dunia.

Selain penuh dengan cerita yang berbau legenda, masjid ini pun memiliki banyak makna pada setiap bagian bangunannya. Contohnya adalah adalah jumlah anak tangga menuju halaman masjid yang berjumlah tujuh, melambangkan 4 unsur tingkatan derajat manusia sesuai budaya setempat ditambah dengan 3 unsur pengawal raja. Batu penyusun anak tangga tersbut pun terbuat dari bahan yang berbeda-beda, menyesuaikan dengan filsafat tiap anak tangganya. Jumlah pintu dan jendela masjid ini pun berjumlah 17 yang melambangkan jumlah kewajiban rakaat yang harus dipenuhi setiap muslim.

Seakan tak ada habisnya memang jika mencoba untuk menguak setiap detil yang ada di masjid bersejarah warga Ollo ini, tapi warga setempat tidak terlalu ambil pusing dengan sejarah yang rumit atas masjid tersebut dan mengembalikan ke fitrahnya sebagai sebuah tempat ibadah sehari-hari, sebuah sikap sederhana yang terkadang patut ditiru.

sumber: aci.detik.com

| 1 komentar ]


Kota Bau-Bau kian hari semakin berkembang, seiring ekonominya yang semakin meningkat tentu kebutuhan warganya akan tempat rekreasi pun semakin meningkat. Salah satu alternatif tempat wisata di Bau-Bau adalah pemandian Bungi.

Sebetulnya tempat ini hanyalah tempat warga sekitar melakukan aktivitasnya yang berkaitan dengan kebutuhannya akan sebuah sungai. Tapi lama kelamaan seiring meningkatnya keinginan warga untuk mendapatkan tempat wisata yang baru, beberapa tahun belakangan ini tidak hanya warga setempat tapi juga dari wilayah lain di Bau-Bau juga mengunjungi tempat ini sehingga secara perlahan tempat ini dikenal sebagai salah satu tempat wisata di Bau-Bau.

Pada sore hari dan musim liburan biasanya banyak warga yang datang untuk menikmati Pemandian Bungi ini. Alasan lain warga berkunjung ke tempat ini adalah sebagai alternatif bagi warga yang kurang berkenan dengan keramaian di Air Terjun Tirta Rimba karena jarak kedua tempat ini yang berdekatan. Selain itu pemandian yang terletak di Kecamatan Bungi Kota Bau-Bau tidak memungut biaya sama sekali kepada pengunjung, lagi-lagi biaya menjadi faktor utama dalam pariwisata di Indonesia.

sumber: aci.detik.com

| 3 komentar ]


Orang Bau-Bau menyebut air terjun sebagai air jatuh, sedangkan yang dimaksud air jatuh disini adalah Air Terjun Tirta Rimba. Tidak banyak memang air terjun di kota ini, dan Tirta Rimba merupakan salah satu yang paling populer bagi warga sekitar.

Air Terjun yang merupakan aliran Sungai Kokalukuna ini mempunyai ketinggian hanya sekitar 6 meter dengan lebar aliran sungai sepanjang kurang lebih 5 meter. Air mengalir dari atas melalui batu-batu besar menuju kolam yang telah dibentuk dengan ukuran sekitar 10x7 meter lengkap dengan papan tempat meluncur layaknya kolam renang. Tempat ini menjadi favorit terutama bagi anak-anak dan biasanya dikunjungi pada hari libur, sehingga bila berkunjung pada hari kerja suasana sepi dan damai akan kita dapatkan disana karena hanya terdapat beberapa pengunjung saja.

Air Terjun yang terletak 4 km dari kota Bau-Bau ini menjadi favorit warga sekitar karena selain letaknya yang strategis juga murah meriah. Pengunjung hanya dikenakan tarif sebesar Rp.2.000 dan bahkan pada saat di luar musim liburan pengunjung tidak dikenakan tarif sepeser pun. "Biasanya hanya hari libur saja ada yang jaga dan mengutip (memungut uang retribusi), itu pun tidak tentu kadang dari Dispenda, kadang dari Kehutanan, kadang dari instansi lainnya", tutur salah satu warga yang sering berkunjung ke sana.

Cara terbaik untuk menikmati Air Terjun Tirta Rimba ini adalah dengan berdiri di bawah aliran air dekat batu-batu besar, karena airnya tidak terlalu deras sehingga cukup nyaman untuk berdiri di bawahnya. Air di sini juga sangat jernih karena memang tempat ini merupakan salah satu daerah konservasi yang berada dalam pengawasan Kementerian Kehutanan. Beberapa meter dari air terjun ini telah dibangun saluran khusus yang dibentuk sedemikian rupa sehingga mirip aliran sungai alami yang berundak-undak dan ketika musim hujan tiba, seluruh aliran tersebut tertutupi air sehingga musim hujan terkadang menjadi waktu terbaik untuk mengunjungi Air Terjun Tirta Rimba.

sumber: aci.detik.com

| 0 komentar ]


Berada tidak jauh di luar kompleks keraton, terdapat istana Sultan Buton ke-38 yang kini menjadi museum atau Pusat Kebudayaan Wolio. Gagasan pendirian museum datang dari putra Sultan Buton ke-38 Drs. H. La Ode Manarfa Kaimuddin KK pada 1980. Saat ini Museum Kebudayaan Wolio dikelola oleh keluarga keturunan Sultan Buton ke-38. Koleksi museum terdiri atas benda-benda peninggalan dari Kesultanan Buton ke-38, berupa alat-alat upacara seperti tempolong, altar, vas bunga, senjata atau alat-alat peperangan seperti tombak, meriam, alat kesenian, alat rumah tangga, keramik, foto-foto dan lainnya.


Jika ingin mengetahui seluk-beluk Kesultanan Buton, menghunjungi Pusat Kebudayaan Wolio merupakan pilihan yang tepat. Tempat ini memang sengaja menjaga sejarah keslutanan Buton tidak hanya dalam bentuk benda-banda besejarah tapi juga kisah-kisah yang siap diungkapkan oleh keluarga yang menjaganya serta tak kalah penting nilai-nilai falsafah kehidupan orang Buton sendiri.

Cukup banyak falsafah hidup orang Buton yang sarat akan makna, diantaranya adalah Empat Aturan Dalam hidup bernegara dan berbangsa mereka memegang teguh empat aturan, yaitu Inda inda mo arata somanamo karo artinya, korbankan harta demi keselamatan diri. Kemudian Inda inda mo karo somana mo lipu, artinya korbankan diri demi keselamatan negeri, kemudian Inda inda mo lupu somanamu syara, artinya korbankan negeri yang penting pemerintahan. Terakhir adalah Inda inda mo syara somanamu agama artinya biarlah pemerintahan hancur yang penting agama.

Falsafah perjuangan kerajaan Buton ini tidak menentukan agama apa yang harus dibela, karena agama apapun sama saja, jika itu sudah menjadi pilihan orang atau negara yang bersangkutan. Selain falsafah negara, Orang Buton mempunyai falsafah hidup, yakni Po Mae Maeka, artinya sesama manusia harus tenggang rasa. Po ma ma siaka, artinya tiap manusia harus saling menyayangi, Po angka angka taka artinya tiap manusia harus saling menghargai dan Po pia piara artinya tiap manusia harus saling memelihara. Karena falsafah ini maka pasangan suami istri di Buton sangat awet dan takut sekali bercerai, mungkin prinsip ini perlu diadopsi banyak orang jaman sekarang yang sedikit bermasalah dengan yang terakhir ini.

sumber: aci.detik.com