SELAMAT DATANG DI GREAT BUTON WEBLOG

Weblog ini akan memperkenalkan kepada anda tentang keeksotikan daerah-daerah di Buton dari sisi kebudayaan, tradisi, kesenian, dan alam. Buton yang dimaksud ialah Buton secara umum yang meliputi Kota Baubau, Kabupaten Wakatobi, Kabupaten Buton, dan Kabupaten Buton Utara di Provinsi Sulawesi Tenggara, Indonesia.
| 0 komentar ]



Kabuenga ialah salah satu tradisi yang cukup sering diadakan di Pulau Wangi-Wangi dan hanya ada di pulau ini. Peminat dan penontonnya sangat banyak sampai berjubel dan memanjat daerah ketinggian. Inti sari acara ini adalah mempertemukan para perjaka dan perawan yang ingin mencari jodoh. Tiang bambu yang berdiri ini adalah tiang ayunan yang sudah didirikan satu bulan sebelum acara ini diselenggarakan yang diperuntukkan buat muda-mudi untuk saling mengenal satu sama lain. Kemudian pada acara puncak ini para lelaki akan saling mengungkapkan perasaan sukanya melalui bingkisan yang dibawa. Ada yang membawa kebutuhan wanita dan ada juga yang menunjukkannya melalui rupiah. Pot bunga yang dihiasi uang seratus ribuan itu asli. Sementara mereka yang berkeliling menjajakan minuman adalah para puteri yang belum sempat saling mengenali dengan calon pasangannya sehingga harus menebar pesona dengan menjajakan minuman. Lelaki yang menaruh minat akan memberikan uang yang cukup banyak untuk menarik perhatian sang pujaan hati.
Masyarakat di Wakatobi, punya cara dan tradisi tersendiri dalam mencari pasangan hidup. Melalui tradisi kabuenga, kaum muda-mudi di daerah itu dipertemukan secara langsung dilapangan terbuka. Dalam tradisi ini, kaum laki-laki dan perempuan yang telah akil balik dan telah berikrar bersama untuk menempuh jalan hidup bersama disandingkan diatas ayunan yang ditempatkan ditengah lapangan terbuka sehingga semua masyarakat bisa menyaksikannya.
Prosesnya, altar atau ayunan kabuenga lebih dulu dipersiapkan untuk menjadi media pertemuan bagi muda-mudi di kabupaten kepulauan itu saat tradisi Kabuenga dirayakan. Tradisi pencarian pasangan hidup yang dinanti-nantikan oleh seluruh masyarakat di kecamatan wangi-wangi, kabupaten Wakatobi ini selain telah menjadi ritual tahunan tradisi ini juga menyuguhkan tontotan unik dan menarik. Para pasangan mudi-mudi yang selama ini tidak memiliki saluran untuk berkomunikasi melalui tradisi ini mereka secara langsung bisa saling bertemu dan menyatakan ikrar untuk menjadi pasangan hidup.
Dalam tradisi kabuenga ini, kaum perempuan yang sudah akil balik berkumpul melingkari altar kabuenga sambil menggunakan pakaian adat khas wakatobi dan menyiapkan sajian makanan tradisional yang dihiasi dengan beragam aksesoris namun nilai naturalnya tetap terjaga. Tarian pajoge yang diiringi irama gendang dan bunyi gong mengawali proses sakral ini. Selain kaum muda mudi, kalangan orang tua juga memainkan tarian ini. Bagi laki-laki yang ikut serta dalam tarian ini, diwajibkan untuk merogoh kocek dan memberikan uang kepada kaum perempuan.
Makna filosofis tarian pajoge ini, menceritakan kehidupan setiap kaum laki-laki di kabupaten kepulauan wakatobi yang sebagian besar hidupnya selalu menjadi perantau. Dalam perantauan, kaum laki-laki bernazar saat pulang kampung halaman wajib menyumbangkan sebagian pendapatannya kepada para penari-penari yang menyambutnya. Untuk mengiringi prosesi kabuenga, para pemangku adat kemudian mengelilingi ayunan kabuenga yang berdiri ditengah lapangan terbuka sambil mengalunkan irama lagu tradisional. Prosesi ini sebagai sebuah simbol penghayatan nilai-nilai sakral ritual ini yang melambangkan kekuatan jiwa dan kebersamaan masyarakat wakatobi.
Proses selanjutnya, para kaum wanita baik tua dan muda berjalan bersama mengelilingi altar kabuenga sebanyak 7 kali sambil melantunkan syair dan pantun serta membawa minuman ringan yang akan dipersembahkan kepada setiap laki-laki yang nantinya akan menjadi calon pasangan hidup kaum wanita didaerah ini. Selain dalam momentum seperti ini , biasanya tradisi balas pantun ini dilakukan saat memasuki puncak bulan purnama dimana para kaum wanita hanya berada didalam rumah sedangkan kaum laki-laki hanya berada diluar rumah. Proses akulturasi masyarakat didaerah ini lambat laun telah mengubah tradisi kabuenga yang diwariskan oleh nenek moyang masyarakat dikepulauan wakatobi ini. Pencarian pasangan hidup tidak lagi dilakukan seperti dulu dimana seluruh prosesi harus dilakukan secara tertutup.
Kini tradisi itu mulai berubah dan dilakukan secara terbuka. Meski demikian, tradisi ini tetap dianggap sakral karena tradisi ini tidak semata hanya menjadi ajang pencarian pasangan hidup, tetapi menjadi wahana untuk memperkuat nilai kebersamaan masyarakat di kepulauan wakatobi. Kaum perempuan yng berada dalam barisan ini disebut sebagai kelompok kadandio. Setiap perempuan yang membawa minuman ringan dipersembahkan kepada seorang laki-laki yang diyakininya akan menjadi pasangan hidupnya. Dalam tradisi ini, setiap perempuan harus memperlihatkan prilaku sopan santun kepada seorang laki-laki yang akan mendapat suguhan minuman persembahan sang perempuan. Tradisi ini disebut sebagai adat posambui. Setelah kaum perempuan kini giliran kaum laki-laki yang mengelilingi altar kabuenga. Bila para kaum perempuan membawa minuman ringan para kaum laki-laki pun melakukan hal serupa, namun bedanya para laki-laki mempersembahkan beragam sajian makanan dan barang seperti sarung dan pakaian. Dalam proses ini kaum laki-laki juga mengelilingi altar sebanyak 7 kali sambil melantunkan pantun.
Setelah balas pantun antara kaum laki-laki dan perempuan digelar setiap laki-laki dan wanita yang telah mengikrarkan diri untuk menempuh pasangan hidup diantar menuju ayunan kabuenga. Setiap pasangan duduk diatas ayunan sambil diayun oleh pemangku adat yang sejak awal telah mengelilingi altar ini. Irama syair dan pantun yang dinyayikan oleh para pemangku adat terus bersahutan mengiringi setiap pasangan yang berada diatas ayunan. Khusus untuk perempuan ayunan kabuenga ini menjadi ajang penilaian bagi setiap laki-laki yang akan menjadi calon pasangan hidupnya. Calon laki-laki pasangan mereka masing-masing sudah bisa melihat apakah sicalonnya memiliiki etika dan moral yang santun atau memiliki karakter yang lemah lembut termasuk sifat baik dan buruknya.
Inti sari acara ini adalah mempertemukan para perjaka dan perawan yang ingin mencari jodoh. Tiang bambu yang berdiri ini adalah tiang ayunan yang sudah didirikan satu bulan sebelum acara ini diselenggarakan yang diperuntukkan buat muda-mudi untuk saling mengenal satu sama lain. Kemudian pada acara puncak ini para lelaki akan saling mengungkapkan perasaan sukanya melalui bingkisan yang dibawa. Ada yang membawa kebutuhan wanita dan ada juga yang menunjukkannya melalui rupiah. Pot bunga yang dihiasi uang seratus ribuan itu asli. Sementara mereka yang berkeliling menjajakan minuman adalah para puteri yang belum sempat saling mengenali dengan calon pasangannya sehingga harus menebar pesona dengan menjajakan minuman. Lelaki yang menaruh minat akan memberikan uang yang cukup banyak untuk menarik perhatian sang pujaan hati. Bagi calon pasangan laki-laki dan perempuan, setelah melalui proses kabuenga ini selanjutnya tinggal menunggu pembicraan lebih lanjut ditingkat keluarga untuk menuju kepelaminan.

0 komentar

Posting Komentar